Mengapa Sulit Melacak Emisi Industri Mode, dan Apa yang Bisa Dilakukan?
Industri mode saat ini mendapat perhatian besar bukan hanya karena produk-produknya yang di minati. Akan tetapi juga karena dampak lingkungan yang di timbulkannya. Setiap produk mode yang kita gunakan memiliki jejak karbon tersendiri yang sulit di lacak, mulai dari bahan baku hingga proses produksi dan distribusi. Tantangan ini menjadi isu serius Korea Ambarita. Terutama ketika semakin banyak perusahaan mode mengklaim upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Tantangan Melacak Emisi dalam Industri Mode
Industri mode memiliki rantai pasokan yang sangat kompleks dan tersebar di seluruh dunia. Dari bahan baku seperti kapas yang di tanam di pertanian Live Cambodia. Hingga kain yang di produksi di pabrik, dan produk akhir yang di jual di berbagai negara, setiap tahap dalam proses ini menghasilkan emisi karbon yang berbeda. Namun, banyak perusahaan kesulitan melacak emisi yang di hasilkan di sepanjang rantai pasokan tersebut, terutama pada tahap yang lebih sulit diukur, seperti distribusi dan konsumsi.
PVH Corp., pemilik merek seperti Tommy Hilfiger dan Calvin Klein, melaporkan penurunan emisi sebesar 47% antara 2017/18 hingga 2022/23. Namun, perubahan cara penghitungan emisi membuat data tahun-tahun sebelumnya tidak dapat dibandingkan langsung, menciptakan kebingungan bagi pihak yang ingin menilai kemajuan dalam pengurangan emisi industri mode secara keseluruhan.
Tantangan serupa di hadapi oleh banyak perusahaan besar lainnya, seperti Kohl’s Inc. dan L.L. Bean Inc. Menurut laporan dari Bloomberg Green, hanya setengah dari 38 perusahaan mode besar yang konsisten dalam pengungkapan data emisi mereka. Bahkan, beberapa dari mereka melaporkan peningkatan emisi Live Draw Cambodia meskipun telah berkomitmen untuk menguranginya.
Situasi di Indonesia
Indonesia, sebagai salah satu pusat produksi tekstil dan pakaian terbesar di Asia Tenggara, juga menghadapi tantangan besar dalam melacak dan mengurangi emisi industri mode. Sebagian besar produksi tekstil di Indonesia masih bergantung pada energi fosil. Sementara upaya untuk beralih ke energi terbarukan dan bahan baku yang lebih ramah lingkungan masih dalam tahap awal Live Draw Laos.
Perusahaan mode di Indonesia sering kali hanya melaporkan emisi yang di hasilkan dari proses produksi langsung di pabrik mereka (Scope 1 dan 2). Akan tetapi belum mencakup emisi dari rantai pasokan yang lebih luas (Scope 3). Padahal, rantai pasokan ini mencakup berbagai pihak yang terlibat dari pemasok bahan baku hingga distribusi produk akhir.
Tekanan dari mitra internasional dan konsumen yang semakin peduli terhadap isu lingkungan mendorong perusahaan mode di Indonesia untuk lebih transparan dalam pelaporan emisi dan berkomitmen pada keberlanjutan. Beberapa perusahaan telah mulai mengikuti standar internasional, seperti inisiatif Science Based Targets (SBTi), meskipun prosesnya masih jauh dari mudah.
Upaya Mengurangi Emisi Live Draw Poipet
Industri mode global menghasilkan lebih dari 1 gigaton karbon dioksida pada tahun 2019, yang menyumbang sekitar 2% dari total emisi gas rumah kaca dunia. Tekanan dari regulasi pemerintah dan konsumen yang semakin sadar lingkungan mendorong perusahaan untuk mencari cara mengurangi dampak lingkungan.
Perusahaan-perusahaan mode mulai bereksperimen dengan bahan baku berkelanjutan, beralih dari energi berbasis fosil, dan mengadopsi model bisnis yang lebih ramah lingkungan. Namun, meskipun ada inisiatif seperti SBTi yang membantu menetapkan target pengurangan emisi, mencapai target tersebut tidaklah mudah.
Melacak emisi di industri mode, baik secara global maupun di Indonesia, masih penuh tantangan. Namun, tekanan untuk lebih transparan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan semakin besar. Perusahaan perlu meningkatkan upaya mereka untuk melaporkan emisi karbon dengan lebih akurat dan mengambil langkah-langkah nyata untuk menguranginya.
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan konsumen sangat penting untuk memastikan bahwa industri mode. Sehinga dapat berkembang dengan cara yang berkelanjutan dan berkontribusi pada upaya global melawan perubahan iklim.